Catatan Perjalanan :
Dari New Orleans Ke Kendal
1. Jika Mendadak Harus Pulang
Kampung
Hari
itu, Jumat, 11 Pebruari 2000. saya harus memutuskan untuk
segera pulang kampung karena ibu saya dalam kondisi kritis dan
sudah masuk ICU di Rumah Sakit Telogorejo Semarang. Sejak tiga
hari sebelumnya ketika pertama kali menerima kabar dari kampung
bahwa ibu saya masuk Rumah Sakit, saya memang sudah mulai
berhitung untuk pulang ke tanah air. Tapi kapan ?
Ternyata memilih
hari adalah keputusan yang tidak mudah. Barangkali karena saya
punya pengalaman yang tidak menguntungkan, yaitu saat menanti
kelahiran anak pertama saya. Tahun 1991, saat saya masih bertugas
di sebuah tambang emas bawah tanah di pedalaman Bengkulu Utara,
dimana komunikasi ke luar job-site masih jadi kendala.
Saya berangkat cuti sekitar dua hari sebelum hari H yang
diperkirakan dokter anak saya akan lahir.
Harap-harap cemas
menyertai hari-hari cuti saya di Yogya. Lewat satu minggu cuti
belum ada tanda-tanda bayi akan lahir. Hingga hari kesepuluh,
masih juga belum. Hari ke-11, 12, 13, terlewati masih juga belum
ada tanda-tanda istri akan melahirkan. Dalam hati saya sempat
ngedumel : doktere ngapusi (dokternya bohong).
Apa boleh buat, jatah cuti dua minggu habis, maka terpaksa pulang
ke job-site tinggal membawa rasa cemas saja, rasa harapnya
sudah saya titipkan istri saya di Yogya. Sebenarnya bisa saja
memperpanjang cuti, tapi masalahnya harus jelas sampai kapan
memperpanjangnya. Dan ini yang susah.
Hari kedua setiba
di job-site, saya terima tilgram bahwa istri saya sudah
melahirkan dengan selamat. Akhirnya, ya cuti lagi, tapi tidak menangi
(sempat melihat atau mengalami) detik-detik kemerdekaan jabang
bayi anak pertama saya. Pengalaman inilah yang membuat saya sulit
untuk memutuskan kapan harus pulang menjenguk ibu yang sedang ada
di Rumah Sakit. Meskipun akhirnya, hari Jumat itu saya
putuskan untuk secepatnya harus pulang.
Kemudian ternyata
tidak mudah untuk memperoleh tiket penerbangan dari New Orleans
menuju Semarang, sebelum nantinya saya sambung dengan taksi ke
Kendal. Kesulitan memperoleh tiket ini disebabkan oleh dua alasan
: mendadak dan di akhir pekan. Saya dan keluarga sempat bimbang,
antara saya pulang sendirian atau bersama semua keluarga.
Keputusan akhirnya, saya pulang sendirian. Bukan soal biayanya,
melainkan karena pertimbangan cuti pamit dari kantor yang hanya
dua minggu padahal perjalanan cukup jauh, juga lantaran anak-anak
sedang enjoy dengan sekolahnya.
Anak saya yang
kelas 3 SD kelihatan gelo (menyesal) untuk meninggalkan
sekolah sewaktu mau saya ajak pulang ke kampung. Selain itu juga
lebih sulit mendapatkan tiket untuk empat orang dalam keadaan
mendadak. Dengan akhirnya saya berangkat sendirian, ternyata
nantinya ini akan memudahkan perjalanan saya untuk ber-manouver
lebih bebas guna mencari alternatif penerbangan yang lebih cepat
dalam situasi emergency seperti ini.
Agaknya, di
Amerika sarana transportasi udara sudah menjadi kebutuhan,
layaknya kereta api atau bis malam di Jawa. Bukan lagi kemewahan
untuk mendapatkan privilege. Jika harus membeli tiket
pesawat mendadak, maka selain sulit untuk membuat
pilihan-pilihan, juga mesti siap dengan harga tiket yang lebih
tinggi.
Dalam situasi
tidak mendadak, peluang untuk memperoleh harga tiket murah sangat
dimungkinkan, bahkan bisa kurang dari seperempatnya. Demikian
halnya di saat akhir pekan (biasanya hari Jumat hingga
Minggu) adalah saat padat penumpang yang akan liburan ke luar
kota atau pulang ke daerah asalnya bagi para pekerja pendatang
dari lain kota.
Untungnya soal
harga tiket ini sudah tidak menjadi perhitungan saya, karena
perjalanan saya dibiayai oleh kantor. Meskipun demikian toh
saya tidak berhasil memperoleh tiket untuk hari Sabtu besoknya.
Berkat bantuan
sekretaris kantor yang berbaik hati menguruskan tiket (meskipun
saat itu dia sedang berakhir pekan), saya bisa berangkat hari
Minggunya. Pemesanan tiket melalui layanan 24 jam tiket
elektronik (e-ticket) melalui media internet, memudahkan saya
untuk hari Minggunya tinggal datang saja langsung ke bandara.
Dengan menunjukkan kartu identitas, maka tiket kertas (paper
ticket) bisa dikeluarkan.
Rutenya adalah
hari Minggu pagi berangkat dari New Orleans ke Dallas-Ft.Worth,
langsung sambung ke Tokyo dan akan tiba di Tokyo hari Senin sore.
Menginap semalam di Tokyo, untuk Selasa besoknya menuju Jakarta,
dan dijadwalkan tiba di Jakarta sudah menjelang malam. Saat itu
saya tidak terlalu memusingkan tentang rencana perjalanan
tersebut. Bisa berangkat hari Minggu saja sudah senang rasanya.
Itu sebabnya,
kemudian saya belakangan khawatir apa kira-kira masih bias
nyambung ke Semarang malam itu juga untuk selanjutnya menuju ke
Kendal. Jika tidak, artinya saya baru akan tiba di rumah hari
Rabunya. Tanpa pikir panjang saya langsung menghubungi juragan milisi
Upnvy*), siapa tahu beliau bisa membantu memberi info,
karena saat itu saya sudah telanjur unsubscribe.-
(Bersambung)
Yusuf Iskandar
__________
*) milisi
Upnvy : sebutan untuk mailing list alumni UPN
Veteran Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, serta para
simpatisan.
[Sebelumnya][Kembali][Berikutnya]